Eksplor Malang Bersama Teman-Teman: Mulai dari Museum, Gunung, Hingga Pantai

Tahun 2017 memang merupakan salah satu tahun terbaik yang pernah saya alami. Di tahun itu, saya lepas dari status mahasiswa dan saya bisa travelling bareng dengan teman-teman. Selepas wisuda, saya dan teman-teman memang berencana untuk liburan. Akhirnya, rencana ini terealisasi pada bulan Agustus 2017 kemarin. Kita pergi ke tempat yang banyak tempat wisatanya, yaitu Malang.

Segala keperluan seperti penginapan, transportasi serta tempat wisata apa yang akan dituju sudah kami pikirkan sebelum berangkat. Untuk penginapan, kami menginap di villa punya pacar abang saya, transportasi menuju Malang dengan menggunakan kereta api, dan untuk tempat wisata dan transportasi selama di Malang kami memakai jasa Mas Yubi, pendamping wisata yang pernah saya pakai ketika pergi ke Malang sebelumnya. Yang ikut pergi ke Malang ada 10 orang. Saya, Isan, Alvin, Adit, Marsya Tria, Indah, Dewi, Mayang, dan Anggi. Namun, kami terpisah menjadi dua kelompok. Indah, Dewi, Mayang, dan Anggi sudah memiliki jadwal dan pendamping wisata sendiri.

Dari awal saja, perjalanan kami bisa dibilang tidak mulus. Perjalanan kali ini dipenuhi oleh drama yang berlatar di Stasiun Pasar Senen Jakarta (kita naik kereta ekonomi, maklum masih pengangguran). Kami (saya, Isan, Alvin, Adit, Marsya, Tria) sampai di stasiun setengah jam sebelum keberangkatan kereta, namun ujung-ujungnya kami baru masuk kereta sepuluh menit sebelum keberangkatan karena sesaknya antrian di Stasiun Pasar Senen. Lain lagi dengan kelompok sebelah (Indah, Dewi, Mayang, dan Anggi), merekan bahkan terpisah satu sama lain. Dewi yang pertama kali sampai di stasiun, padahal sebenarnya dia ditinggal oleh Mayang dan Anggi, namun dia tetap duluan sampai karena diantar papanya. Kemudian disusul oleh Mayang dan Anggi yang sampai di gerbong kereta lima menit sebelum keberangkatan, lalu disusul Indah -juga berpisah dengan Mayang dan Anggi, yang baru sampai di gerbong dua menit sebelum kereta berangkat. Akhir dari drama ini berjalan dengan indah tanpa ada satu orang pun yang ketinggalan kereta.

Hari Pertama

Mas Yubi menjemput kami di Stasiun Malang sekitar pukul 08.00 WIB. Kami langsung diantar menuju penginapan untuk bersih-bersih. Pukul 12 siang, kami langsung menuju tempat wisata pertama yang akan dikunjungi, yaitu Museum Angkut.


Karena memang di Museum Angkut ini segala sudutnya sangat bagus, maka waktu kami habis disini habis untuk berfoto-foto saja.

Minta difotoin sama penjaga

Manusia terimut
Sorenya, kami sempat melihat pertunjukan live yang disajikan di Museum Angkut di panggung Zona Angkut dan Broadway. Pertunjukannya sih lebih cocok untuk anak-anak. Bahkan saya sama sekali tidak tertarik. Yang buat pertunjukan itu agak menarik adalah kehadiran Olla Ramlan secara tiba-tiba yang ikut menari bersama pegawai Museum Angkut. Yah, tau sendirilah ya menariknya dibagian mana.

Hari Kedua

Pulang dari Museum Angkut, kami makan malam terlebih dahulu di sebuah cafe di Kota Malang. Setelahnya, baru kami pulang menuju penginapan dan sampai pada pukul 9 malam. Destinasi di hari kedua adalah Gunung Bromo. Mas Yubi memberitahu kami untuk bangun paling lama pukul 1 pagi karena untuk pergi ke Gunung Bromo cukup jauh. Itu artinya, kami hanya punya waktu empat jam untuk beristirahat di penginapan.

Seperti yang sudah pernah saya post di postingan sebelumnya (baca: Malang Bersama Keluarga), untuk sampai ke kawasan Gunung Bromo kita harus naik jeep. Teman-teman saya rata-rata tidak ada yang bisa tidur di dalam jeep akibat jalan yang tidak rata. Untungnya saya bisa menghabiskan perjalanan selama hampir 3 jam di dalam jeep untuk tidur. Mungkin karena sudah pernah merasakan ya makanya bisa.

Kami diantar oleh supir jeep yang menggunakan setelan jaket tipis, kupluk, serta sarung (yang membuat seperti mas-mas penjaga villa) ke tempat sunrise yang bernama 'Bukit Kingkong'. Ini merupakan spot sunrise yang baru bagi saya karena sebelumnya saya melihatnya di spot Penanjakan 

Spot sunrise di Bukit Kingkong
Ketika matahari mulai naik, kami segera menuju ke bawah untuk mengeksplor tempat-tempat lainnya di Bromo. Untuk pertama kalinya juga, akhirnya saya sampai di kawah Gunung Bromo setelah hampir satu jam berjalan melewati jalan berpasir -yang penuh dengan kotoran kuda, dari parkiran jeep hingga naik ke tangga menuju kawah. Sungguh pengalaman yang berkesan melihat langsung kawah Gunung Bromo yang dipenuhi suara menggelegar seperti orang teriak yang disiksa di neraka (padahal belum pernah ke neraka juga).


Kalo dilihat dari jauh, tangga untuk naik ke kawah Gunung Bromo ini terlihat panjang. Namun, setelah dinaikin, ternyata tidak sepanjang yang ada di pikiran. Hah, memang pikiran saya saya yang tidak panjang, bukan tangganya.

Kami sampai di kawah!
Kami cukup lama berada di atas kawah Bromo, kira-kira setengah jam lebih. Awalnya sih saya ingin mencoba mengelilingi kawahnya, namun niat itu saya urungkan setelah melihat banyak jalan yang tidak ada pembatasnya. Terpleset sedikit, jatuh deh ke kawah.

Sedangkan di bawah sudah menunggu teman-teman saya dari kelompok yang lain yaitu Indah, Dewi, Mayang, dan Anggi. Mereka tidak ikut naik ke kawah dan memutuskan untuk menunggu di depan pura masyarakat Suku Tengger. Akhirnya, kami punya foto barengan setelah di hari pertama gagal karena waktu kunjungan kami yang berbeda di Museum Angkut. Setelah foto bareng, kami langsung menuju ke tempat berikutnya yaitu Pasir Berbisik dan Bukit Teletubbies. Dan itu adalah hari terakhir kami bareng dengan kelompok yang lain dikarenakan destinasi di hari ketiga kami berbeda.

Foto bareng dengan kelompok yang lain


Hari Ketiga

Bisa dibilang destinasi di hari ketiga kami merupakan destinasi terbaik!
Kami akan mengunjungi Pantai Tiga Warna yang terletak di Desa Tambakrejo, Sendang biru Kabupaten Malang. Sebenarnya pergi ke pantai bukanlah tujuan awal kami, melainkan di hari ketiga ini seharusnya kami pergi ke Surabaya dan menghabiskan waktu yang ada disana sebelum keesokan harinya pulang menuju Bandung. Namun dengan beberapa saran dari abang saya dan Mas Yubi, rencana pun berubah.

Pagi sebelum berangkat, saya sangat terburu-buru. Perlengkapan saya untuk pergi ke pantai belum saya siapkan tadi malam sehingga saya harus bergegas lebih cepat dan memilih untuk giliran mandi terakhir. Alhasil, kami pergi pada pukul 07.00 WIB telat satu jam dari yang direncanakan.

Perjalanan menuju ke daerah pantai di Malang ternyata membutuhkan waktu yang cukup lama. Lamanya itu kira-kira kalau berangkatnya kelas 1 SMA sampainya kelas 2 SMA. Enggak gitu juga sih, tapi ini beneran lama, sekitaran empat jam. Pantat bisa pegel-pegel di mobil.

Sedikit informasi, ternyata pantai-pantai di Malang itu sangat banyak, bahkan kita bisa mengunjungi semua pantai itu dalam satu hari kalau kita emang niat. Semua pantai di Malang searah, jadi kita bisa mengunjungi satu per satu. 

Mas Yubi merekomendasiin untuk datang ke Pantai Tiga Warna saja, karena menurutnya Pantai Tiga Warna masih bersih, biru, dan belum banyak pengunjung yang mengetahuinya. Untuk datang ke Pantai Tiga Warna, sebaiknya melakukan reservasi terlebih dahulu, karena setiap harinya, Pantai Tiga Warna hanya dibatasi untuk 100 pengunjung saja. Untuk lebih jelasnya bisa search di google. 
---=---

Penderitaan selama empat jam di dalam mobil ternyata belum selesai. Untuk mencapai Pantai Tiga Warna, dari parkiran, kami harus naik ojek sekitar 5 menit lalu trekking sekitar 45 menit. Ternyata, Pantai Tiga Warna merupakan salah satu pantai yang berada di daerah konservasi Mangrove bersama dengan 8 pantai lainnya. Namun, yang hanya bisa kunjungi hanya empat pantai yaitu Pantai Gatra, Clungup, Mini, Watu Pecah, dan Pantai Tiga Warna sendiri. 

Kiri: mas pemandu wisata yang kita sewa untuk ke Pantai Tiga Warna. Kanan: Mas Yubi
Sebelum trekking, di pos pemeriksaan, kami diharuskan untuk menghitung jumlah benda yang berpotensi menjadi sampah di pantai. Barang-barang yang terbungkus plastik wajib dihitung dan jumlah barang tersebut nanti akan diperiksa kembali setelah kami pulang dari pantai. Kalau ada yang kurang, maka pengunjung di denda Rp 50.000 per item. Dari sini, saya bisa menyimpulkan bahwa pengurus pantai ini memakai prinsip "banyak hilang banyak rezeki."

Oh iya, untuk masuk ke Pantai Tiga Warna, kita harus menyewa pemandu wisata lagi yang akan memandu perjalanan dalam trekking agar tidak tersesat. Biaya menyewa pemandu wisata ini sebesar Rp 100.000 dengan durasi maksimal di pantai selama dua jam.

Setelah menyusuri jalan setapak, kubangan, serta pasir-pasir, akhirnya kami sampai di depan pintu gerbang kemerdekaan Pantai Tiga Warna. Saya pun berlari duluan dari yang lain menuju pantai.


"Masha Allah!!"
Waktu pertama kali mendengar suara pantai dan melihat warna airnya biru, semuanya langsung teriak. Hal yang pertama kali dilakukan oleh kami adalah.... berfoto. Kami bahkan buat jadwal durasi foto per orang, karena kami hanya boleh berada di pantai ini selama dua jam.


Setengah jam berlalu, sesi foto ternyata masih berlangsung. Saya yang sudah selesai dengan urusan foto langsung menuju kamar ganti untuk mengganti pakaian dan celana yang sudah saya siapkan untuk nyemplung ke laut. Saya juga sudah tidak sabar untuk ber-snorkling di Pantai Tiga Warna ini, karena menurut pendamping wisata yang kami sewa, di pantai ini kita bisa melihat banyak ikan-ikan hias yang cantik.

Untuk masalah harga, tidak ada masalah. Penyewaan pelampung beserta alat snorkling hanya dibebankan Rp 15.000 per orang. Murah bukan?

Sayangnya kami tidak memiliki kamera go-pro untuk mendokumentasikan kegiatan kami di laut. Kami hanya punya aplikasi go-jek yang tentunya tidak berguna disini. Salah satu potensi yang bisa kami gunakan hanya hape Alvin, samsung S7. Namun, dia tidak bersedia membiarkan hapenya yang water resistant nyemplung ke dalam laut.

Dari hasil snorkling saya, keindahan bawah laut di Pantai Tiga Warna tidak kalah dengan yang pernah saya lihat di Sabang. Ombaknya juga tidak terlalu besar, sehingga kita bisa ber-snorkling lumayan jauh. Aktivitas kita juga dipantau oleh pemandu wisata serta penajaga pantai dari pengelola Pantai Tiga Warna ini, jadi bisa dipastikan aman.

Hari itu, kami sangat menikmati setiap momen yang ada. Sampai-sampai dua jam sudah terlewati sehingga kami meminta tambahan waktu ke pemandu wisata agar bisa lebih lama lagi berada dipantai -tentunya dengan tambahan uang. Setelah puas ber-snorkling ria, kami pun mandi untuk membersihkan diri di tempat yang sudah disediakan. Tenang saja, kamar mandi disini bersih kok.

Lalu, kami naik ke atas tebing pantai dimana kami bisa melihat keindahan pantai secara menyeluruh dan jelas. Tak lupa, kami berfoto bersama disana dengan bantuan sang pemandu wisata yang sudah sangat professional dalam mengetahui angle yang bagus untuk di foto.


Sepulangnya dari Pantai Tiga Warna, kami menyempatkan diri untuk datang ke Pantai Gatra. Sebenarnya pantai ini juga bagus, namun waktu kami datang, air laut sedang surut. Di pantai ini kita bisa bermain kano kalau air sedang pasang. Yaudah, kami hanya berfoto saja disana.

Pantai Gatra
Kami pun melanjutkan trekking untuk kembali. Sampai di pos, barang bawaan kami diperiksa terlebih dahulu apakah ada barang yang kurang atau tidak. Untung jumlahnya sama, artinya kami tidak perlu membayar denda. Kami pun berangkat menuju Kota Malang pada pukul 15.00 WIB

Kembalinya kami ke Kota Malang menandakan bahwa liburan telah usai. Karena, keesokan harinya kami akan pergi ke Surabaya dengan kereta api lalu melanjutkan perjalanan menuju Bandung.

Yaaaak, ini adalah salah satu liburan terbaikku :)

3 comments:

  1. Pengen ke Malang :( Fotonya asik-asik banget lagi aduh...

    -jevonlevin.com

    ReplyDelete
  2. blm pernah ke Malang :(, jadi gk tau apa yg mesti diceritain...

    ReplyDelete